Postingan

Sebuah Pelarian

Maaf lagi dan lagi menulis tentang mu. Karena rasanya sesak ini tak bisa ku sesap sendiri. Dengan resah yang disuguhkan, aku terhenyak. Selama ini yang ku lakukan hanyalah untuk mengusir sepi.  Bukan ingin beranjak pergi dari sini. Aku terus berlari berharap rasa ini akan mati. Membuka pintu kepada siapa saja yang ingin bertamu. Tapi sesungguhnya yang ku suguhkan hanyalah sekedar sebuah temu, bukan berniat menyatu. Karena nyatanya, aku masih belum beranjak kemana-mana. Belum ingin menarik jangkar untuk pergi dari lepas pantai. Belum mau berkelana kembali  mencari pelabuhan untuk bersandar. Layar ku masih kuncup dan menutup. Aku berharap rasa ini akan mati, tapi rasanya rindu ini semakin naik ke frekuensi tertinggi. -Idl

BERHENTI SEKALI LAGI

Malam ini ku putar kembali rekaman suaramu yang masih saja aku simpan. Sudah berkali-kali ku bilang bahwa aku suka bukan? Ratusan kali nyanyian mu terputar. Tapi baru kali ini tak ada tangisan terdengar. Aku masih suka menyeduh sendu itu sendiri. Tak ku izinkan seorang pun untuk menyicip yang ku racik. Karena sejatinya, walaupun pilu tapi aku candu. Kemarin-kemarin aku masih saja berandai-andai. Bagaimana bila aku dan kamu bertemu, lalu kita bisa menyatu. Namun aku terhempas hebat. Nestapaku terlontar kuat. Aku dan kamu akan tetap menjadi dua. Bukan satu. Aku pikir, sudah saatnya aku berhenti sekali lagi. Berhenti menulis semua tentang kamu. Tentang kita yang nyatanya tidak pernah bersama. Tentang semua rasa, yang tak bisa mencapai asa. Kini aku menyadari, bagaimana teori patah hati terkelam dibuat. Ketika aku harus mengakhiri, padahal tidak pernah ada yang dimulai. -idl Surabaya, 10.14 pm

Aku, Pulang ku

Aku berniat untuk berhenti menulis semua tentang seseorang yang selama ini menjadi tokoh utama disetiap kata yang ku tuang. Karena aku tidak ingin berlarut-larut mencintainya dan tambah memujanya dengan huruf yang aku eja kan. Aku ingin berhenti. Mencoba terbiasa tanpa menggali-gali kenangan yang harusnya sudah ku tutup dengan pasti. Aku ingin mencoba bahagia. Karena nyata nya selama ini tulisan ku sedih semua. Padahal hidup bukan hanya perkara cinta. Alasannya sederhana. Untuk apa tetap berada di titik yang sama, padahal ia- sama sekali tidak berniat kembali dan menghapus luka. Aku ingin rehat sejenak, menikmati kesendirian tanpa perasaan. Mencoba menjadi kan diriku sendiri rumah, agar aku tak perlu berpindah-pindah dan kembali patah. -Idl Surabaya, kota tempat nya berada.

Malang Kala Itu

Pagi ini Penataran membawa ku pergi ke Kota kita pertama jalan bersama. Bedanya, saat itu aku duduk di belakang mu, mengobrol sembari sesekali kamu melihat ku dari kaca spion. Beberapa kali helm ku terantuk helm mu. Aku malu karena kamu mengira aku masih mengantuk (iyasih soalnya aku kan gabisa nahan ngantuk kalau pagi-pagi). Saat ini aku duduk di bangku ku, memperhatikan gedung-gedung dan rumah-rumah yang lari terbirit-birit berlawanan seolah takut didepannya ada siluman. Saat itu aku berdua denganmu. Diterpa angin dan debu namun kita berdua seolah tidak merasa karena asiknya tertawa disepanjang jalan. Saat ini aku ditemani oleh tiga orang ibu-ibu beserta dua orang anak kakak beradik yang sedang asyik makan ciki dan bertengkar kecil karena berebut saus. Keretaku ramai, tapi lebih ramai perbincangan kita saat itu. Berteriak kecil karena suara kita di tenggelamkan angin. Disini aku terdiam sendiri, bila dengan mu aku malah tersenyum sendiri. Ah sudahlah, aku kan hanya ingin mengin

Tanya yang Tak Mungkin Terjawab

Halo apa kabar? Akhir-akhir ini jakarta mendung Tak jarang hujan datang bergelung Bagaimana di Surabaya? Apa kamu masih suka mengeluh karena panasnya? Kamu apa kabar? Jakarta sepertinya sedang sendu Selimut tebal membungkus pun tak hangat kan aku. Bagaimana di Surabaya? Apa kamu masih suka tidur tanpa mengenakan baju? Kamu apa kabar? Di Jakarta aku tak kemana-mana Hanya bergelut dengan kasur karena malasnya Bagaimana di Surabaya? Apa kamu masih diluar karena keasikan kerja? Kamu apa kabar? Minggu ini aku kembali ke Surabaya Bagaimana? Apa kamu ingin jumpa? Jakarta, 28 Juni 2018 01.14 am, ditengah asyiknya piala dunia.

Kilas Balik 1

"Kita terakhir telfon kapan sih" Notifikasi pesan muncul di layar handphone ku. Tercantum nama Ezra disitu. "Gatau, aku juga lupa. Udah lama kayaknya" jawabku, sedikit berbohong. Sebenarnya aku ingat. Saat itu 10 april, pukul 12.08 pagi. Dengan durasi 45 detik yang sangat melegakan. Dimana setelah Ezra hilang seharian, tidak ada balasan dari banyak nya pesan yang ku kirimkan, lalu tiba-tiba Ezra menelfon dan bilang "Lho kamu belum tidur? Maaf ya bikin khawatir, hp ku mati seharian. Aku baru selesai kerja. Ini baru di charge." Kurang lebih seperti itu. Dengan suara yang sangat aku sukai, aku akhirnya bernapas lega. Ezra tidak apa-apa. Setelah itu, tidak ada lagi telfon-telfon yang datang dari Ezra. Padahal aku begitu menyukai suaranya. Biasanya, aku dan Ezra bisa berbincang ria via telfon selama berjam-jam hingga subuh menjelang. Namun setelahnya hanya ada pesan singkat yang tertera. Terkadang diselingi beberapa voice notes yang selalu aku keep di a

Semoga Hilang

Malam ini aku sendu. Maaf lagi-lagi menulis tentang mu. Buku yang ku baca nyatanya tidak bisa mengalihkan aku. Pada akhirnya, kembali ku tuang cerita untuk menghapus rindu. Sebelumnya aku sudah memantapkan diri untuk mengabaikan semua. Mulanya bisa, dan beranjak biasa. Tapi malam ini entah mengapa sendu itu datang menyapa. Lalu segenap hal tentang kamu menyerang tanpa aba-aba. Lantas aku harus bagaimana? Segala yang bisa ku lakukan hanyalah menulis. Menuangkan resah dengan kata tanpa menangis. Karena semua rindu ini tak mungkin bisa ku sesap sendiri sampai habis. Sebentar saja, biarkan aku berlagak seperti seorang puitis. Kamu tak perlu risau. Aku tuangkan rindu bukan untuk menjadikan kamu sebagai tamu. Kamu tak perlu datang, aku tak mengundang. Aku hanya perlu melepas sendu agar ia tak menetap. Hingga sendirinya lara itu akan senyap.